APDESI Sulut Temui Tiga Kementerian, Ini Yang Disampaikan Lucky Kasenda

MANADO, identitasnews.id – Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Sulawesi Utara (Sulut) melakukan audensi ke tiga kementerian terkait kebijakan pemerintah pusat terhadap desa. Audensi dipimpin langsung Ketua DPD APDESI Sulawesi Utara Lucky G J Kasenda SE SCL M.Si. Kunjungan dilakukan ke Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Koperasi pada Senin, (24/11/2025).

Kasenda menjelaskan, agenda pertama dilakukan di Kementerian Keuangan dan diterima langsung oleh Dirjen Pembendaharaan. Dalam pertemuan itu, APDESI menyampaikan keresahan para kepala desa di Indonesia atas kebijakan pemerintah yang memotong Dana Desa tahun anggaran 2026. Dari total sekitar Rp63 triliun, sebanyak Rp40 triliun dialokasikan untuk pembangunan gerai Koperasi Desa Merah Putih di seluruh Indonesia.

“Kebijakan ini membuat desa yang selama ini menerima dana sekitar Rp700 juta sampai Rp1 miliar, nanti kemungkinan hanya menerima Rp200 sampai Rp300 juta. Ini sangat berat bagi desa,” tegas Kasenda dalam pernyataannya.

Ia juga menyoroti belum dicairkannya Dana Desa non-earmark di akhir tahun, yang menyebabkan banyak desa kesulitan menjalankan program.

“Kami bertanya kapan dana itu cair. Tadi Pak Dirjen menyampaikan akan segera diupayakan solusinya,” ujarnya.

Selain itu, APDESI menilai pemotongan dana untuk pembangunan koperasi belum memenuhi asas keadilan. Kasenda mengatakan, semua desa—baik yang sudah dibangun gerai maupun belum—akan tetap terkena pemotongan, padahal penggunaan dana untuk pembangunan gerai di beberapa desa belum memberikan manfaat nyata.

“Seharusnya yang dipotong itu desa-desa yang sudah mendapatkan manfaat dari gerai koperasi. Jangan semua desa dipukul rata. Di situ letak ketidakadilannya,” jelasnya.

Dalam pembahasan tersebut, APDESI dan Kementerian Keuangan menyepakati delapan poin, salah satunya bahwa sisa dana pembangunan gerai tidak lagi diatur pemerintah pusat, tetapi diserahkan pengelolaannya kepada pemerintah desa melalui musyawarah desa sebagai pengambil keputusan tertinggi desa.

Agenda kedua dilakukan di Kementerian Dalam Negeri, bertemu Dirjen Bina Pemerintahan Desa. Kasenda menyampaikan sejumlah persoalan, termasuk belum disahkannya peraturan turunan dari UU Nomor 3 Tahun 2024. “Peraturan pemerintah itu menjadi pijakan pelaksanaan Dana Desa dan banyak memuat instrumen yang menjadi hak kepala desa. Namun sampai hari ini belum disahkan,” ucapnya.

APDESI juga meminta pemerintah memperhatikan operasional desa. Saat ini anggaran operasional pemerintah desa hanya 3% dan naik menjadi 5%, tetapi peningkatan itu tidak signifikan karena Dana Desa justru berpotensi dipotong. APDESI juga meminta agar gaji kepala desa dan perangkat desa masuk langsung ke Rekening Desa, bukan melalui APBD kabupaten, karena keterlambatan terjadi hingga 3–6 bulan di beberapa daerah.

Audensi terakhir dilakukan dengan Menteri Koperasi. Kasenda menegaskan bahwa APDESI mendukung penuh program Presiden Prabowo Subianto dalam pengembangan gerai Koperasi Desa Merah Putih. Namun desa meminta dilibatkan secara langsung dalam proses pembangunan dan operasional.

“Kalau kami tidak dilibatkan, kami jadi apriori. Tapi kalau dilibatkan sejak awal, kami punya ikatan emosional sehingga koperasi bisa lebih berkembang dan bermanfaat bagi masyarakat,” tuturnya.

APDESI juga meminta agar pendamping koperasi berasal dari sarjana putra-putri desa, bukan dari luar desa. Hal itu dinilai penting agar operasional koperasi sejalan dengan kondisi sosial dan ekonomi di desa.

“Harapannya tidak ada lagi pendamping dari luar yang mengatur koperasi tanpa memahami realitas desa,” tuturnya.

APDESI dan Kementerian Koperasi menandatangani MoU untuk percepatan pembangunan gerai Koperasi Desa Merah Putih di seluruh Indonesia.

Kasenda menegaskan bahwa kehadiran gerai koperasi bukan untuk bersaing dengan pedagang lokal, melainkan untuk menjadi distributor bagi pedagang desa sehingga mampu meningkatkan ekonomi masyarakat desa secara menyeluruh. (rom)

MANADO, identitasnews.id – Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Sulawesi Utara (Sulut) melakukan audensi ke tiga kementerian terkait kebijakan pemerintah pusat terhadap desa. Audensi dipimpin langsung Ketua DPD APDESI Sulawesi Utara Lucky G J Kasenda SE SCL M.Si. Kunjungan dilakukan ke Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Koperasi pada Senin, (24/11/2025).

Kasenda menjelaskan, agenda pertama dilakukan di Kementerian Keuangan dan diterima langsung oleh Dirjen Pembendaharaan. Dalam pertemuan itu, APDESI menyampaikan keresahan para kepala desa di Indonesia atas kebijakan pemerintah yang memotong Dana Desa tahun anggaran 2026. Dari total sekitar Rp63 triliun, sebanyak Rp40 triliun dialokasikan untuk pembangunan gerai Koperasi Desa Merah Putih di seluruh Indonesia.

“Kebijakan ini membuat desa yang selama ini menerima dana sekitar Rp700 juta sampai Rp1 miliar, nanti kemungkinan hanya menerima Rp200 sampai Rp300 juta. Ini sangat berat bagi desa,” tegas Kasenda dalam pernyataannya.

Ia juga menyoroti belum dicairkannya Dana Desa non-earmark di akhir tahun, yang menyebabkan banyak desa kesulitan menjalankan program.

“Kami bertanya kapan dana itu cair. Tadi Pak Dirjen menyampaikan akan segera diupayakan solusinya,” ujarnya.

Selain itu, APDESI menilai pemotongan dana untuk pembangunan koperasi belum memenuhi asas keadilan. Kasenda mengatakan, semua desa—baik yang sudah dibangun gerai maupun belum—akan tetap terkena pemotongan, padahal penggunaan dana untuk pembangunan gerai di beberapa desa belum memberikan manfaat nyata.

“Seharusnya yang dipotong itu desa-desa yang sudah mendapatkan manfaat dari gerai koperasi. Jangan semua desa dipukul rata. Di situ letak ketidakadilannya,” jelasnya.

Dalam pembahasan tersebut, APDESI dan Kementerian Keuangan menyepakati delapan poin, salah satunya bahwa sisa dana pembangunan gerai tidak lagi diatur pemerintah pusat, tetapi diserahkan pengelolaannya kepada pemerintah desa melalui musyawarah desa sebagai pengambil keputusan tertinggi desa.

Agenda kedua dilakukan di Kementerian Dalam Negeri, bertemu Dirjen Bina Pemerintahan Desa. Kasenda menyampaikan sejumlah persoalan, termasuk belum disahkannya peraturan turunan dari UU Nomor 3 Tahun 2024. “Peraturan pemerintah itu menjadi pijakan pelaksanaan Dana Desa dan banyak memuat instrumen yang menjadi hak kepala desa. Namun sampai hari ini belum disahkan,” ucapnya.

APDESI juga meminta pemerintah memperhatikan operasional desa. Saat ini anggaran operasional pemerintah desa hanya 3% dan naik menjadi 5%, tetapi peningkatan itu tidak signifikan karena Dana Desa justru berpotensi dipotong. APDESI juga meminta agar gaji kepala desa dan perangkat desa masuk langsung ke Rekening Desa, bukan melalui APBD kabupaten, karena keterlambatan terjadi hingga 3–6 bulan di beberapa daerah.

Audensi terakhir dilakukan dengan Menteri Koperasi. Kasenda menegaskan bahwa APDESI mendukung penuh program Presiden Prabowo Subianto dalam pengembangan gerai Koperasi Desa Merah Putih. Namun desa meminta dilibatkan secara langsung dalam proses pembangunan dan operasional.

“Kalau kami tidak dilibatkan, kami jadi apriori. Tapi kalau dilibatkan sejak awal, kami punya ikatan emosional sehingga koperasi bisa lebih berkembang dan bermanfaat bagi masyarakat,” tuturnya.

APDESI juga meminta agar pendamping koperasi berasal dari sarjana putra-putri desa, bukan dari luar desa. Hal itu dinilai penting agar operasional koperasi sejalan dengan kondisi sosial dan ekonomi di desa.

“Harapannya tidak ada lagi pendamping dari luar yang mengatur koperasi tanpa memahami realitas desa,” tuturnya.

APDESI dan Kementerian Koperasi menandatangani MoU untuk percepatan pembangunan gerai Koperasi Desa Merah Putih di seluruh Indonesia.

Kasenda menegaskan bahwa kehadiran gerai koperasi bukan untuk bersaing dengan pedagang lokal, melainkan untuk menjadi distributor bagi pedagang desa sehingga mampu meningkatkan ekonomi masyarakat desa secara menyeluruh. (rom)




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *