“NESTAPA” DIBALIK, PERKEMAHAN REMAJA KREATIF 2025

Minahasa, identitasnews.id -SEJUTA aktifitas Gereja Masehi Injili Minahasa (GMIM), yang dirancang Badan Pekerja Majelis Sinode GMIM (BPJS), Periode kekinian 2022-2027, diantaranya Perkemahan Remaja Kreatif 2025 di Wilayah Sea Kecamatan Pineleng Kabupaten Minahasa (30 Juni-4 Juli) terkesan jauh dari harapan.

Perkemahan yang di sebut sebut penuh kreatifitas, inovasi dan aktivitas fisik untuk membangun kerja sama tim, kepemimpinan dan daya juang, yang diintegrasikan dengan nilai-nilai rohani jauh dari harapan dan kenyataan.

Pengertian kreatif secara umum, adalah kemampuan seorang atau kelompok untuk menciptakan sesuatu yang baru, baik berupa ide, gagasan, atau karya nyata.
Untuk menghasilkan sesuatu yang baru dan orisinal, juga memiliki kemampuan untuk melihat masalah dari berbagai sudut pandang dan menemukan solusi, berkaitan dengan inovasi.

Judul dari Remaja kreatif, “mengindikasikan” bahwa akan ada hal baru atau penemuan baru yang ditemukan oleh remaja kreatif hasil dari perkemahan. Seperti contoh yang ringan, penemuan pupuk organik nilam yang begitu ditaruh pupuk, akan memperoleh minyak nilam berlipat ganda.

Bisa juga dalam perkemahan kreatif, para remaja yang kreatif dapat menemukan aplikasi baru yang dapat memantau kegiatan pelayanan dari pendeta di setiap jemaat termasuk ketua dan anggota BPMS agar ada transparansi keuangan GMIM.

Atau Teknologi Bioenergi dimana bahan organik seperti limbah “nilam” atau biomassa yang dapat menghasilkan energi, termasuk biogas.

Bagi remaja yang tinggal di pesisir pantai dapat berkreatif membuat Energi Gelombang dan Pasang Surut menjadi sumber energi baru dan terbarukan.

Menurut tafsir penulis, bahwa perkemahan hanya menjadi “ajang pamer kekuatan kas perbendaharaan jemaat masing-masing peserta” yang pastinya berdampak pada defisit kas perbendaharaan jemaat dan terkesan “hedonis”

Perkemahan remaja kreatif yang berlokasi di wilayah Sea Raya, dalam pantauan penulis bangunan bangunan yang dimaksud kreatif remaja anehnya dikerjakan oleh “carpenter” atau tukang kayu yang disewa.

Dari beberapa informasi yang dirangkum penulis, ada peserta yang menyediakan dana sebesar kurang lebih Rp 200.000.000, agar jadi “number one”. Dana dua ratus juta tersebut sudah termasuk sewa konsultan design.

Setiap subuh salah satu ketua jemaat di Wilayah Malalayang Timur, berteriak lewat pengeras suara, “Shalom selamat pagi, bagi bapak bapak yang mempunyai waktu tolong datang di lokasi perkemahan remaja kreatif… Datang baku tolong, kase klar akang hari senin so terakhir” Kata pendeta dengan suara “memelas”, mungkin takut di marahin BPMS, atau dimutasikan di tempat kering.

Pertanyaannya siapa yang berkreatif “remaja atau orang tua, (Pkb)”, tukang dan arsitek design.

Dari pantauan penulis (3,4 juli) setidaknya ada 3 pasien dari perkemahan yang dilarikan di IGD RSUP Prof RD Kandou akibat kelelahan, dehidrasi, sesak nafas dan gangguan kecemasan (anxiety disorder).

Salah satu penatua remaja dari wilayah Siliaan Minahasa nampak ketakutan saat takut mengantarkan pasien, mungkin takut dimarahin orang tua anak.

Salah seorang perawat di IGD, tinggal di Perumahan Bintang, mengatakan tiap pagi dan sore menjelang malam Perum Bintang yang jaraknya lumayan jauh dari lokasi perkemahan “dibanjiri remaja” untuk meminjam MCK. Hal ini membuktikan tidak siapnya panitia pelaksana PKRG 2025.

Salah satu ketua jemaat di wilayah Malalayang timur (4/7) mengatakan, “boleh boleh saja, tapi baiknya dalam satu priode (5 tahun) satu kali”. Ini diadakan tiap tahun, kasian jemaat kata pendeta.

Ia juga menambahkan, “coba bapak hitung mulai dari Hapsa PKB, WKI, Pemuda, Remaja, Lansia di kali – tambah HUT tingkat sinode kemudian HUT Wilayah, Rayon Wilayah dan HUT Jemaat, jujur saja dalam menakar anggota jemaat tentu jangan disamaratakan kasian diaken di tiap tiap kolom yang rela “bermuka tebal” menagih kata dia.

Bercermin dari dugaan korupsi dana hibah, yang turut menyeret nama-nama, penatua yang diduga turut mengunakan dana hibah atas nama perkemahan, dan kegiatan kegiatan lainnya.

Sudah saatnya program warisan, “Ket_Sy” untuk di “judisial review”, ingat “anggota jemaat cinta GMIM, sebagaimana dengan apa yang dikatakan Kapolda Sulawesi Utara Irjen Pol Roycke H. Langie beberapa waktu lalu, “Saya cinta GMIM. Saya dan keluarga besar saya sudah menunjukan bagaimana cintanya kepada GMIM. “Mari kita save untuk GMIM”.

Sudah saatnya “BPMS dan para KETWIL” berbenah diri jangan miskin kan “kas perbendaharaan Jemaat”, dengan program warisan, ” Ketsy yang dinilai “hedonis”

Masih tergiang pesan dari salah seorang pendiri GMIM di Sulawesi Utara, Ds. Albertus Zacharias Roentoerambi Wenas. Yang kemudian pesan tersebut menjadi motto GMIM, bahkan sebagian gereja yang ada di Minahasa;….

“Tanah dan Bangsa Minahasa” adalah ciptaan dan anugerah Tuhan. Agama/Gereja di Minahasa harus menjalankan misinya lepas dari pengaruh negara (politik red), sambil melaksanakan kesaksian kenabiannya melalui perbuatan yang nyata dengan mencerdaskan manusia, menolong orang yang sakit dan mengangkat derajat kesejahteraan Bangsa Minahasa”. (Efraim Lengkong)




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *