“BEDA TAKSIR” “BARESKRIM POLRI DENGAN DIRESKRIMUM POLDA SULUT TENTANG HASIL LABFOR”

Penulis: Efraim Lengkong bin Daud

abstrak:
Sejarah telah menulis bukan dengan fakta, tapi makna. Bahwa Kepandiran lebih sukar di takar, dari kepandaian.
Moment Idul Adha 6 Juni 2025 (10 Dzulhijjah 1446 H). Mengingatkan kita tentang pentingnya pengorbanan, keikhlasan, dan ketaatan kepada Allah SWT Idul Adha mengingatkan kita untuk selalu berkurban dan menyucikan ruhani, melahirkan naluri kuat untuk kembali ke ‘Asal Yang Suci’.

CARUT MARUT keaslian Ijazah Jokowi terjawab setelah hasil labfor menunjukkan kesesuaian (identik) keaslian ijazah.

Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri resmi menghentikan penyelidikan terhadap kasus dugaan ijazah palsu milik mantan presiden ke 7 Joko Widodo.

Di stopnya kasus dugaan ijazah palsu oleh bareskrim polri setelah Puslabfor Polri yang merupakan institusi berkompeten dibidang pemeriksaan forensik yang komprehensif dan berbasis ilmiah, melakukan uji laboratorium terhadap ijazah sarjana Jokowi dengan tiga ijazah milik rekan-rekannya yang kuliah di Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) pada periode yang sama.

Hasil pemeriksaan forensik itu menunjukkan kesesuaian antara dokumen milik Jokowi dan pembanding (identik) atau disebut sah.

Langkah hukum yang diambil bareskrim polri menjadi barometer betapa pentingnya hasil labfor untuk menentukan sah tidaknya suatu surat.

Fenomena pelangi “beda taksir” antara Bareskrim Polri dengan Direskrimum Polda Sulawesi Utara (Sulut) tentang hasil uji labfor Berita acara pemeriksaaan laboratorium kriminalistik No KAB; 4655/DTF/XI/2019 Polda Sulawesi Selatan.

Dari 2 (dua) bukti surat yang di uji labfor yaitu “Surat pernyataan dan pemberian Hibah tertanggal 1 Pebruari 1994” dan “Akta Hibah No 141/BTGH/XII/1995 dibuat oleh Camat Bitung Tengah Boy H Rompas SH hasilnya terdapat tanda tangan yang tidak selaras (non identik) atau dalam bahasa sehari-hari disebut tanda tangan yang dipalsukan.

Anehnya Direskrimum Polda Sulawesi Utara mengeluarkan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan)
dengan mengeluarkan surat ketetapan nomor Tap/03/III/2020/Ditreskrimum tentang penghentian penyidikan atas terlapor FS pada 10 maret 2020 tertanda Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sulut selaku penyidik Kombes Pol Trisulastoto Prasetyo Utomo.

Polda Sulut mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) no SPPP.Sidik/72/III/2020/Dit.Resktrimum karena tidak cukup bukti kepada tersangka yang sudah di tahan selama 58 hari di Rutan Mapolda Sulut. Apakah ini yang disebut “menjilat ludah sendiri” ?

Tidak puas atas keluarnya SP3 Korban (ahli waris) melakukan upaya hukum dengan mempraperadilankan Polda Sulut cq, Direskrimum. Dan hakim mengabulkan permohonan praperadilan pemohon.

Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Sulawesi Utara (Polda Sulut) menghentikan penyelidikan atas kasus dugaan tindak pidana menyuruh menempatkan keterangan palsu kedalam akta otentik (akta hibah) atau pemalsuan surat hanya dengan mengacu dari Rekomodasi dari Rowassidik Mabes Polri maka Polda Sulut mengeluarkan surat ketetapan nomor S.Tap/03/III/2020/Ditresktrimum tentang penghentian penyidikan atas terlapor FS alias Fin, menjadi gugur atau menjadi tidak sah lewat palu hakim yang di ayunkan hakim tunggal Praperadilan Lukman Bachmid SH.MH (selasa 20/5 – 2020). SP3 yang dikeluarkan oleh Polda Sulut No: S.Tap/03/III/2020 Tentang Penghentian Penyidikan, suka atau tidak penyidik harus membuka kembali kasus dugaan Tindak Pidana Pemalsuan dan melanjutkan kembali ke Jaksa penuntut umum (JPU) atas perintah pengadilan.

Anehnya perintah pengadilan agar penyidik segera melanjutkan pendidikan terabaikan. Setelah setahun lamanya TSK kembali mempraperadilankan Polda Sulut Cq Direskrimum dengan alasan tidak dapat merampungkan berkas perkaranya sampai P21, tapi kembali hakim menolak permohonan TSK tersebut.

Pasca kematian F S (25 Juni 2021), pasal diterapkan oleh para oknum penyidik kepada TSK ibarat telah di “judicial review”.

Penerapan Hukum semakin berkabut alias masuk angin.
Kematian FS, Polda Sulut mengeluarkan SP3
1.karena meninggal dan 2. karena kurang bukti yang ditandatangani oleh Direskrimum Kombes Pol Gani Siahaan.

Kata kurang bukti ini yang membuat TSK incasu anak-anak almh menerima ganti rugi jalan Tol. Juga menjual tanah disamping Jalan Tol kepada PT SPILL padahal obyek tersebut masih sementara berperkara.

Menurut informasi yang diterima disinyalir bahwa hal itu terjadi karena di backup oleh lingkaran “sesepuh para pejabat sipil dan sipil bersenjata pandir”

Kepandiran yang disokong oleh kekuasaan politik, senjata dan kaum intelektual, para ahli waris, “ibarat sebutan budayawan intellectus”, “menghadapi politik, hukum kekuasaan yang pro hantu pandir’.

Tak gampang melawan kuasa hantu pandir yang jumawa dengan mental hibrid. Bicara “Planga – plongo”. “Berbohong, pemalsu “materil dibarengi intelektual” dan di backup pasukan bodyguard “sipil bersenjata”.

Mereka, para sesepuh hukum yang intellectus ini, dibujuk jadi partisan dengan dukungan fasilitas dan jabatan dan rela “melacuri” martabat kedudukan dan gelar kehormatannya untuk mempertahankan, “hedon elit kekuasaan fana”, dalam istana hantu pandir bin dusta.(*)




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *